Kamis, 21 Mei 2020

KalBar punya pabrik gula (sebuah mimpi)

Kalimantan Barat hingga sekarang ini belum memiliki pabrik gula sebagai industri hilir dari perkebunan tebu itu sendiri, yang mana tanaman tebu dapat tumbuh dengan subur di banyak daerah mulai dari perkotaan hingga pelosok desa, hal ini disebabkan tanaman tebu secara turun-temurun telah dijadikan sebagai tanaman yang dapat langsung dikonsumsi maupun dibuatkan es sari tebu karena rasanya yang manis. 

Tanaman ini termasuk ke dalam jenis rumput-rumputan yang batangnya diolah menjadi gula serta vetsin. Tebu dapat ditanam mulai dari pekarangan rumah, kebun hingga perkebunan perusahaan. Karena tumbuhnya berumpun mirip bambu, maka tebu tidak memakan lahan yang luas dalam budidayanya sehingga masyarakat yang memiliki lahan sempitpun dapat menanamnya seperti banyak dijumpai di beberapa wilayah di kota Pontianak dan Kubu Raya serta daerah lainnya di KalBar.

Kalimantan Barat memiliki lahan yang sangat luas dengan pemanfaatan pada tanaman kelapa sawit yang sangat dominan dan terkesan meng-alih-fungsikan hutan termasuk juga lahan gambut. Pada era 1970an hingga 1990an pemanfaatan hutan sebagai tanaman produksi memang menimbulkan gundulnya hutan tidak terkecuali hutan-hutan lindung. 

Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit pun turut menimbulkan eksplorasi hutan secara meluas dari bamyaknya ijin yang telah dikeluarkan pemerintah provinsi namun terkesan asal-asalan karena hingga kini masih banyak masyarakat di sekitar wilayah perkebunan kelapa sawit yang hidupnya belum sejahtera. Program kemitraan yang dibuat pemerintah dengan melibatkan investor baik lokal, nasional maupun asing belum semuanya memberikan dampak positif kepada masyarakat, kemudian malah menimbulkan banyak persoalan di lapangan dan sudah banyak perkebunan yang akhirnya terbengkalai dan tidak lagi diurus. 

Pemerintah daerah seharusnya mampu menarik investor baru untuk mengolah kembali lahan perkebunan kelapa sawit yang ditelantarkan untuk dijadikan perkebunan tebu dengan pabriknya, karena kalau hanya memiliki kebun tanpa pabrik tidak ada nilai tambahnya. 

Saat kondisi pasar membutuhkan pasokan gula yang lebih banyak seperti pada hari raya keagamaan akan sangat membantu sehingga tidak perlu menunggu kiriman dari pulau Jawa dan Sumatera lagi. Tidak menutup kemungkinan ekspor ke negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei dapat dilakukan sehingga menyumbang pendapatan daerah dan pusat serta yang terpenting adalah benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa yang mandiri. Sumbangan pendapatan dari kota tidak selalu menjanjikan, memang kota sebagai pusat perdagangan, namun perlu didukung daerah hilir sebagai penyedia berbagai bahan baku.

Beras premium pun masih didatangkan dari pabrik beras di pulau Jawa, jadi timbul pertanyaan dengan teknologi pertanian yang sudah semaju sekarang ini, akankah padi yang menjadi beras premium tidak dapat tumbuh di iklim seperti Kalimantan Barat ini. Keseriusan adalah kata kunci jadi bukan SDA, SDM, maupun listrik karena PLN sini sudah mampu menyediakan fasilitas listrik premium.😁

AddThis

Populer