KALIMANTAN HIJAU MENUJU PARU-PARU DUNIA merupakan sebuah program pemerintah lebih khususnya lagi Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan berbagai dampak buruk terjadinya pemanasan global yang dewasa ini semakin kita rasakan di berbagai belahan dunia, salah satunya berupa anomali cuaca yang berubah-rubah sehingga sulit untuk diprediksi.
Persoalan yang umumnya terjadi di Kalimantan Barat seperti yang sering dimuat di media cetak lokal maupun elektronik (stasiun televisi lokal), dapa dikelompokkan menjadi 2 (dua) pokok permasalahan. Pertama berupa Illegal Logging yang masih marak terjadi dan yang kedua adalah alih fungsi hutan menjadi lahan komersil berupa perkebunan kelapa sawit. STOP!! sulap hutan (apalagi hutan lindung) jadi kebun sawit.
Perkembangan investasi perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat memang cukup signifikan dari tahun ke tahun dan untuk itu diperlukan lahan yang salah satunya adalah hutan. Sangat disayangkan jika hutan sebagai salah satu anugerah Tuhan tidak kita jaga dan lestarikan tetapi malah dieksploitasi. Dapat dibayangkan jika 50 tahun ke depan akan sulit sekali melihat hutan; jangankan hutan primer, hutan sekunder pun akan habis juga jika tidak ada niat baik dan kesungguhan dari kita semua untuk melestarikannya demi generasi yang akan datang.
Tinjauan secara sosial - kemasyarakatan, sebagai akibat pembangunan atau ekspansi perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat sering menimbulkan konflik yang disebabkan adanya hutan rakyat atau hutan adat milik masyarakat setempat yang dicaplok oleh perusahaan. Status kepemilikan lahan yang sering tumpang tindih serta penolakan masyarakat setempat atas kehadiran suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit juga merupakan salah satu permasalahan sosial yang kerap muncul, sebagai contoh baru-baru ini terjadi di Kabupaten Sambas. Permasalahan serupa juga sering terjadi di beberapa daerah lainnya di Kalimantan Barat.
Tinjauan secara ekonomi - kemasyarakatan, masuknya suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit di suatu daerah sering dikaitkan dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan atau kesejahteraan masyarakat setempat. Pada kenyataannya sulit untuk dicapai mengingat perkembangan di lapangan dari tahun ke tahun dimulai dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan sering tidak seideal yang diharapkan atau yang tertulis di atas kertas, baik itu studi kelayakan pada tahap awal perencanaan maupun rencana produksi yang dipaparkan sedemikian rupa tidak mampu dicapai. Jelas petani yang berharap hasil memuaskan dari kavling (2 ha = 256 pokok) sawitnya akhirnya tidak mendapatkan apa-apa selain hutang kredit kepada yang harus segera dilunasi pada saat jatuh tempo. Ada petani yang berhasil walaupun hasilnya kecil namun yang gagal lebih banyak lagi, hal ini tidak dapat dilihat dari satu sisi saja tetapi ada begitu banyak faktor (teknis dan non teknis) yang mempengaruhi produktivitas suatu kavling, hamparan, maupun divisi tak ketinggalan faktor alam berupa cuaca yang mempengaruhi siklus berbunga dan aplikasi pupuk di lapagan. (bdsk pengalaman admin di PPKS)
Bukan berarti tidak setuju dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit namun dengan semakin menyusutnya luasan hutan di propinsi ini serta hasilnya yang belum pasti ditambah permasalahan di masyarakat, mengapa tidak dari sekarang hutan ini kita manfaatkan seperlunya dan sebagaimana mestinya saja demi kelangsungan hidup umat manusia yang lebih baik bukan untuk hari ini saja,maupun esok tetapi untuk selama-lamanya selama manusia masih mendiami BUMI ini.!?!
Mari bersikap arif dan bijaksana mengelola hutan ini untuk hari depan yang lebih cemerlang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.